Minggu, 11 Desember 2016

Spesial Maulid Nabi; Aku mah apa atuh? Hanya bisa bershalawat padanya wungkul..

Hasil gambar untuk Maulid Nabi

Beda Dikit Lama-lama Jadi Bukit 

Ternyata eh ternyata
Sifatmu dan sifatku tak jauh beda
Sikapmu dan sikapku hampir setara
Akhlakmu dan akhlakku pun mendekati 'sama';
Rasulullah
, engkau SEDIKIT TIDUR,
Aku? Aku mah apa atuh..
Sedikit-sedikit tidur dengan lelap, terus pulas bukan layaknya Ashhabul Kahfi tapi ini mah kayak Kumbhakarna!
Aku mah tidurnya juga sudah masuk level “bangké”.
Rasulullah
, engkau SEDIKIT MAKAN,
Aku? Aku mah apa atuh..
Sedikit-sedikit makan dengan lahap, lalu puas, bahkan tak pernah puas lagi-lagi seperti Kumbhakarna!
Aku mah makannya juga ngaréméh waé.
Rasulullah
, engkau SEDIKIT BERCANDA,
Aku? Aku mah apa atuh..
Sedikit-sedikit bercanda dan tertawa, kemudian perut terasa mulas bagaikan Bagong alias Cepot alias Sastrajingga!
Aku mah candanya juga kadang jadi nyakitin orang, kadang buat nutup 'luka'.
Rasulullah
, engkau SEDIKIT MARAH,
Aku? Aku mah apa atuh..
Sedikit-sedikit marah, darah cepat naik dan bertambah, serta mendadak ‘buas’ bak Baladewa!
Aku mah marah juga gak tentu arah, marah kenapa boa?, baperan sugan nya?
Haduuuh, Ozan labib..
Ék iraha mengejar ketertinggalan yang hanya
sedikit ieu??
Mau kapan hayo??
Mumpung belum terlambat, meski hanya bisa ‘mendekati’-nya dengan banyakin bershalawat sampai akhir hayat:

اللهم صل على سيدنا محمد.. اللهم صل وسلم وبارك عليه وعلى اله وصحبه ومن تبعهم أجمعين

Aku  Akan Tetap Bershalawat Kepadamu

Aku akan tetap bershalawat kepadamu, wahai Baginda
Walaupun banjir cacian Washington Irving menerjangmu,

اللهم صل على سيدنا محمد.. اللهم صل وسلم وبارك عليه وعلى اله وصحبه ومن تبعهم أجمعين

Aku akan tetap bershalawat kepadamu, wahai Kekasih-Nya
Kendatipun gempa makian D'Herbelot mengusikmu,

اللهم صل على سيدنا محمد.. اللهم صل وسلم وبارك عليه وعلى اله وصحبه ومن تبعهم أجمعين

Aku akan tetap bershalawat kepadamu, wahai Cahaya
Meskipun api hardikan Dante Alighieri menyulutmu,

اللهم صل على سيدنا محمد..اللهم صل وسلم وبارك عليه وعلى اله وصحبه ومن تبعهم أجمعين
Aku masih akan tetap bershalwat kepadamu, wahai Mushthafa..
Segala topan hujatan Jyllands-Poster, puting beliung umpatan Salman Rushdie, badai cercaan Charlie Hebdo, tsunami hinaan akun-akun FB-twitter-path-IG-BBM-WA terhadapmu serta adanya sebagian orang yang melarang sampai taraf membid'ah-bid'ahkan bahkan mengkafirkan bagi kami yang memeriahkan hari kelahiranmu dengan 'muludan'-'barzanjian'-'dibaan' dan semacamnya, aku masih akan tetap bershalawat kepadamu, duhai Pemimpin seluruh umat manusia sepanjang masa..

اللهم صل على سيدنا محمد.. اللهم صل وسلم وبارك عليه وعلى اله وصحبه ومن تبعهم أجمعين
اللهم صل على حبيبنا محمد.. اللهم صل وسلم وبارك عليه وعلى اله وصحبه ومن تبعهم أجمعين
اللهم صل على شفيعنا محمد.. اللهم صل وسلم وبارك عليه وعلى اله وصحبه ومن تبعهم أجمعين
اللهم صل على قرة أعيننا محمد.. اللهم صل وسلم وبارك عليه وعلى اله وصحبه ومن تبعهم أجمعين
اللهم صل على مولانا محمد.. اللهم صل وسلم وبارك عليه وعلى اله وصحبه ومن تبعهم أجمعين

Camkan ini wahai fans, kolega, wahai penista, wahai penerka.






TurBung 4: Antara Tawadhu' dan Tawaduk



Antara Tawadhu’ dan Tawaduk

Hasil gambar untuk Barzanji”وَكَانَ ﷺ شَدِيْدَ الْحَيَاءِ وَالتَّوَاضُّعِ, يَخْصِفُ نَعْلَهُ وَيَرْقَعُ ثَوْبَهُ وَيَحْلُبُ شَاتَهُ وَيَسِيْرُ فِيْ خِدْمَةِ اَهْلِهٖ بِسِيْرَةٍ سَرِيَّهْ“البرزنجي
D
ikarenakan rendah hati cakupannya horizontal, maka yang dibahas mungkin terkesan manusia saja. Kredo masyarakat socmed, “Mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat” jangan sampai terjadi pada kita. Lebih-lebih dengan hubungan yang paling dekat dengan kita. Yang paling dekat kita, siapa lagi kalau bukan Tuhan? Tuhan itu lebih dekat ketimbang urat nadi brow-sist. Sayangnya, Indonesian netizen terlanjur mengaitkan “Da, aku mah apa atuh?” dengan konflik percintaan baik dalam bentuk mention BBM, WhatsApp, LINE, update status di Facebook, Twitter, dan Path, maupun dalam bentuk upload foto dan video di Instagram dan YouTube. Misal kalimat, “Da, aku mah apa atuh? Hanya seperti bola yang selalu dipermainkan”. Remaja atau ababil (Anak BAru laBIL) dan generasi alay pasti langsung mengaitkannya dengan hati seseorang yang selalu dipermainkan kekasihnya yang playboy/playgirl. Seperti yang terdapat pada kedua lirik lagu yang telah disungging, eh disinggung sebelumnya.
Hasil gambar untuk H. BolotDominan masyarakat Indonesia boleh jadi lebih sering mendengar kata tawadhu’ ketimbang rendah hati. Hanya saja ada hal sepele yang perlu diperhatikan, yakni masalah teknis transliterasi (pengalihan satu tulisan bahasa ke tulisan bahasa lain). Coba deh perhatiin; sering kita temui kata تَوَاضُع ditransliterasikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi tawaduk. “What?? Waduk?!” tuh kan, orang yang kena sindrom penyakit nular ‘H. Bolot’ langsung nyolot.
Disitu saya kadang merasa sedih. Kan gak enak. Gak enaknya kalau udah kebiasaan nulis tawaduk, kesannya tuh gimanaa gitu. Yuk, kita gerakkan menulis tawadhu’ bukan tawaduk dari sekarang! Biar orang-orang enak baca ‘n dengernya. Setuju?? Saya anggap Anda setuju heuheu. Ok sip (y)

TurBung 3: Telusuri Lautan Istilah


  


TELUSURI LAUTAN ISTILAH

Gambar terkait“Sebaiknya istilah ‘Teroris Islam’ diganti dengan istilah ‘Teroris Ideologis’ agar mencakup teroris Pendeta Yahudi yang menyerukan pembantaian wanita-wanita dan anak-anak Palestina, teroris Budha di Myanmar, teroris Kristen di Afrika Tengah, teroris Sekuler yang rasis Nazi gaya baru di Eropa, dan teroris Neo-Khawarij saat ini. Sehingga, semua orang yang berakal dapat sama-sama menghadapi terorisme ini.” Habib Ali al-Jufri   
Hasil gambar untuk islam nusantaraB
erangkat dari diskomunikasi antar masyarakat mengenai suatu istilah baru. Muncul istilah baru, bermunculan pula pelbagai pendapat terkait istilah itu disana-sini. Dari obrolan kopi darat biasa hingga debat kusir yang semakin merajalela. Semisal muncul istilah “Islam Nusantara” yang digaungkan Nahdlatul Ulama (NU) saat detik-detik Muktamarnya yang ke-33 di Jombang, Jawa Timur pada 01-05 Agustus 2015. Saat muncul dipermukaan, ada semacam kekagetan dibenak sebagian orang.  Padahal sebelum Islam Nusantara ada, beberapa istilah pernah bermunculan juga, hanya saja tak sempat diperdebatkan. Diantaranya; Pribumisasi Islam-nya Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid), Fiqh Indonesia-nya Hasbi Ash-Shiddiqie dan Islamisasi Pribumi-nya Cak Nur (Nurcholish Madjid). Maaf gak bawa-bawa bendera ya, hahabagi mahasiswa pasti pada ngerti dah.
Hasil gambar untuk Pribumisasi IslamBanyak yang mendukung Islam Nusantara dengan penuh harapan, banyak pula yang menghujat habis-habisan. Sebagian mengkritik, sebagian lain menghardik. Ada kritik yang konstruktif ada juga yang dekstruktif. Para pakar dibidangnya, contoh Kiai, tak ketinggalan menjelaskan maksud dari istilah Islam Nusantara dari berbagai perspektif agar masyarakat tak salah paham. Ada yang menggalinyadari ruang lingkup Tauhid/teologinya,mengupasnyadari kulit Fiqh/yurisprudensi Islam atau Ushul Fiqh-nya, lalu membuka tabirnya dari arah Tasawuf-nya. Bahkan ada yang hanya membahasnya dari pandangan ilmu nahwu (gramatika bahasa Arab). Namun yang patut disayangkan, menurut saya, kurang tertariknya sebagian masyarakat untuk memahami istilah Islam Nusantara atau mungkin masa bodoh tak mau tahu?
Hingga muncul tuduhan bahwa Islam Nusantara adalah kelanjutan project penyebaran paham dari JIL yang sering disebut JIN (Jamaah Islam Nusantara). Masya Allah.. terlepas dari benar atau tidaknya, saya rasa lebih bijak jika kita mengambil positifnya saja. Berprasangka baik. Mungkin tak mau membiarkan kekacauan diskomunikasi yang terjadi juga disekitar penulis, penulis pun memosting dua status di facebook  yang berkaitan dengan itu:
Bacalah sampai tuntas
'Menontonlah sampai puas'
Supaya tak salah komunikasi
Supaya 'teu salah sangki'
Karena malas membaca, pejabat bisa terjerat korupsi,
Sebab tak sabar menunggu, seseorang jadi 'pergi'..
(15 September 2014)[1]
Dulu kau datang berlari
Sekarang kau ingin sembunyi
Mana perkasamu?
Mana merahmu?
Dahulukan dialog bila perlu
Ketimbang nyebut 'goblog' buru-buru
Pakai prinsip 'berat sama dipikul-ringan sama dijinjing'
Daripada ceplas-ceplos bilang 'anjing'
Bukankah Bang I'Fals berkata;
"Jika kata tak lagi bermakana lebih baik diam saja!"
Sebelumnya Rasul pun pernah bersabda;
"Katakanlah kebaikan atau diamlah jika tidak bisa"
(10 September 2015)[2]

Menaruh harapan dari niat baik peluncuran jargon Islam Nusantara untuk peradaban Islam di Indonesia dan seluruh dunia. Sampai-sampai saya pun ikut nimbrung, tak ingin ketinggalan membahas Islam Nusantara walaupun tak menyebut istilah itu dengan frontal. Semoga status facebook saya berikut ini bermanfaat dan mohon untuk tidak salah paham dulu ya lur:

Dekati aku dengan "salam",
Amati aku dengan "damai",
Cermati aku dengan "santai" jangan grasa-grusu seolah tak ada waktu..
Pelan-pelan kau suapi aku nutrisi 5 Sempurna bernama "islam" dengan "sejahtera",
Perlakukan aku dengan "hati-ke-hati" dan penuh "sentosa".
AJAKlah dulu untuk "masuk" dan suguhi hidangan yang ENAK,
Bukan diBENTAK apalagi sampai diinjak-injak yang membuat orang MUAK!
RANGKULlah dulu, bilaperluusaplah dengan hangatdanlembut,
BukandiPUKULapalagisalingmenjambakrambut!
BINAlahdulu dengan SABAR; perlahantapipasti,
BukandiHINA, dicercadandicaci-maki!
Nasehatilah dengan penuh CINTA dan KASIH SAYANG, sebagaiwujudpengabdian kepadaTuhan,
Bukan diSAKITI hingga terbayang-bayang, ditambah beban berupa BUALAN!
Asimilasi tradisi yang sesuai; amputasi tradisi yang kurang cocok; minimalisasi tradisi yang bertentangan,
Bukan
menggebyah-uyahkan tradisi itu sesat dan langsung dihabisi!
Jadilah CONTOH TELADAN, tak
peduli pemimpin atau bukan
Membisulah
ketimbang menCEMOOH dan HANYA OMONGAN!
(21 Agustus 2015)[3]

Lah kok jadi ngebahas Islam Nusantara ya? Ntos ah, urang alih fokus, heuheu.
Sejatinya bukan hanya istilah Islam Nusantara doang yang luas maknanya. Kata atau istilah shalat saja punya banyak arti. Ada yang mengartikan shalat dari sisi huruf Arabnya saja, seperti yang penulis dapat dari Kang Ayi, begitu beliau akrab disapa  dikobong beliau saat berkunjung ke Pondok Pesantren Tarbiyatul Huda-Kedungmundu, Kecamatan Kutawaluya, Kabupaten Karawang satu tahun yang lalu. Kami bicara ngaler-ngidul, membahas apa saja berita atau kabar yang masih hangat maupun yang sudah usang. Tiba-tiba nyambung ke urusan shalat. Mungkin beliau tahu kondisi hati penulis yang sedang galau ditinggal cinta, heuheu, lantas beliau mengutarakan makna dari ‘shalat’.
Kata beliau, “Shalat itu; shad-nya shidq al-qauli, lam-nya layyin al-qalbi, ta-nya tarik al-ma’ashi Saya langsung melek mendengar kata asing itu “Apa tuh artinya tadz?” Dengan senyum yang tak melunturkan wibawanya beliau menjelaskan, “Shidq al-qauli itu artinya orang yang shalat harusnya benar setiap perkataannya. Tak berani berdusta, tak mudah ghibah, memfitnah orang dan seenaknya mengadu domba manusia. Kedua, layyin al-qalbi itu artinya orang yang sudah shalat mestinya lembut hatinya. Mudah menerima kebenaran, tidak somse. Pendeknya tawadhu’. Ketiga, tarik al-ma’ashi. Nah, ini yang paling sulit bin susah alias hese ngamalinnya. Meninggalkan segala maksiat, baik maksiat kepada Allah dan kepada siapa pun. Orang yang sudah shalat kudunya mah bisa melakukan ketiga-tiganya..”
Sekelumit pengertian sederhana namun berbobot tersebut membuat penulis kagum dan baru sadar, “O, ternyata berbagai istilah atau kalimat gak cuma satu pengertian saja. Tapi bisa jadi ada pengertian lain entah dua atau tiga sampai puluhan bahkan ribuan pengertian!” 
Hasil gambar untuk Rhoma Irama
Memang benar juga kata Bang Haji, eh, gak usah pake Bang Haji dah. Pan Rhoma Irama sudah mewakili kata ‘Raden Haji’ Oma Irama, begitu katanya. Lain lubuk, lain airnya, lain pula ikannya; lain orang, lain kepala, lain pula hatinya.
Ketika penulis dengar kata ‘tarik al-ma’ashi’ penjelasan ta-nya shalat yang diucapkan Kang Ayi tadi, penulis jadi ingat ucapan Ust. Ian, tapi bukan Ian Kasela ya haha. Nama lengkapnya Ust. Sofyan Sauri. Pernah beliau sampaikan tentang makna dari kata ‘santri’. Itu pun dari segi huruf Arabnya. Mengacu pada buku saku milik salah satu Pondok Pesantren di Jepara-Jawa Tengah asuhan Kiai Taufiq pengarang kitab Amtsilati. Beliau, Ust. Ian, paparkan arti dari ‘santri’.
“Hakikatnya santri itu; Satirun ‘an al-‘uyub, menutupi aib-aib. Amar al-ma’ruf, mengajak dan menyuruh untuk berbuat kebajikan. Nahy al-munkar, mencegah dan menjauhi perbuatan yang berbau kemungkaran. Tarik al-ma’ashi, meninggalkan segala macam kemaksiatan. Raghib ‘an al-khair, suka terhadap hal-hal yang baik. Dan Ihfazh al-kulliyyat al-khams, menjaga dan memelihara al-kulliyyat al-khams.”
Penulis bertanya soal kalimat akhir, “Apa itu al-kulliyat al-khams Pak Ustadz?”    
“Dalam kajian Ushul Fiqh atau Epistemologi Hukum Islam al-kulliyyat al-khams dapat diartikan ‘Panca Prinsip Universal/HAM’ yang mencakup lima perlindungan.”
“Apa saja lima perlindungan itu Pak?”
“Pertama; hifzhu-d-din, perlindungan agama. Artinya, tidak ada paksaan dalam memeluk agama, keyakinan atau kepercayaan tertentu. Kedua; hifzhu-n-nafs, perlindungan jiwa. Artinya, tidak dibenarkan melukai apalagi membunuh tanpa hak, seperti kejahatan terorisme dan pengonsumsian narkoba. Ketiga; hifzhu-n-nasl, perlindungan keturunan. Berarti tidak dibenarkan free sex, prostitusi, eksploitasi seksual anak-anak dibawah umur dan LGBT.”
“LGBT?” tanya penulis dengan sangat heran.
“Haduuh, ozan. Kamu ini masih muda bib.. masa kurang tau ama kalimat gituan sih? harusnya lebih update atuh daripada bapak haha”
“LGBT itu singkatan dari Lesbian-Guy-Biseksual-Transgender.”          
“Nah kalau Guy mah saya tahu Pak Ustadz” polos Galang, teman sepengajian, menjawab. 
“Apa gitu Guy teh?” timpal Iqbal, kawan yang lain, minta penjelasan.
“Guy tuh gurunya si Rock Lee yang ngelatih ilmu ula renge. Panggilannya ‘Si Alis Tebal’ yang punya semangat muda, lebih dari semangat ’45. Hihihi” jawab Galang, yang memang seorang penyuka kartun Naruto, dengan tawa kecilnya.
Euleuh.... ari maneh!” tukas Acep, sahabat yang lain berpeawakan paling besar diantara teman-teman sepengajian, sambil mencubit pinggang Galang. “Minta maaf ke Pak Ustadz!”
“Maaf ya Pak Ustadz..” mohon Galang dengan masih mempertahankan tawa kecilnya yang sampai kelihatan kempot dipipinya mirip Afgan.
“Iya dimaafkan, kalian ini ada-ada saja hahaha” perkataan yang mencairkan suasana dari Pak Ustadz dengan tidak melepas tawa lepasnya yang menggelikan.
Beberapa jenak Ust Ian diam, dan langsung berkata sambil mengagetkan kami dengan menyentak mejanya, “Lanjut ya?!”
“***aaanj***t! Eh lanjut” kaget Mak Ipah, neneknya Acep yang kebetulan sedang meracik masakan buat anak murid nanti selepas ngaji. Mak Ipah punya sindrom penyakit gehreran/kagetan. Jadi, kalau denger suara atau apapun yang mengagetkan dia, pasti Mak Ipah otomatis bilang sesuatu yang ... ah sudahlah (gaya Babe SUCI 4) heuheu
“Astaghfirullaaaaaah si Emaak Mak......” sahut berjamaah segenap orang yang ada di tempat pengajian dengan dihiasi tawa dan senyum sungging penuh arti.
Sejurus kemudian Ust. Ian malah bertanya sambil tersipu malu-malu cacing eh kucing,
“Ya .. sekarang yang ke ... berapa ya? hehe”
“Keempaaaaat..!” sahut-menyahut murid-murid.
“Ok. Yang keempat; hifzhu-l-‘aql, perlindungan akal. Itu artinya kita bebas berpendapat. Oleh karena itu tidak dibenarkan truth claim . . .”
Belum tuntas Ust. Ian membeberkan bagian yang keempat, Bagas, saudara Galang, keheranan dengan kalimat, “truth claim itu apa sih Pak?”
Truth claim itu klaim kebenaran”
“Maksudnya bagaimana Pak?” Bagas dan Galang bertanya serentak.
“Merasa benar sendiri. Dia merasa tidak ada pendapat, fatwa, pemikiran lain yang benar selain dia dan mazhabnya, misalkan.”
“Wah ... somse amat tuh orang, si Amat aja gak somse” Adam mulai bicara.
“Udah mah somse, sombong sekali, ditambah amat lagi haha sekalian pake ‘b-g-t’ aja Dem heuheu” Mughib berkelakar. Lalu seketika disambut dengan kalimat,
“Krik krik krik krik krik krik krik krik krik” Ucap hampir berbarengan teman-teman sepengajian diiringi gelak tawa canda. Si Mughib pun tersenyum kecut.
“Iya betul Dam, Ghib ... Padahal Bang I’Fals,”  
Dicky memotong dengan bertanya sangat detail, “Bang I’Fals? Siapa itu Pak? Saudara Bapak? Kakak? Paman? Sahabat? Kawan seperjuangan? Rekan bisnis?” ya.. kebiasaan lama dia
“Singkatan dari Iwan Fals Kiy,”
“Widiiiiih si Bapak, tau juga ke Iwan Fals, hebring euy” Ceria Beben, fans OI-Iwan Fals, yang sejak awal ngaji terlihat murung.
“Terus kenapa tah Bang I’Fals Pak?” antusias Beben tak sabar mengdengar jawaban Ust. Ian.
“Padahal kan Bang I’Fals pernah bilang ‘Jika kata tak lagi bermakna lebih baik diam saja’,”
“O, iya iya Pak, bener ... saya pernah denger dan sempet baca di facebook” Beben seorang yang sering fb-an. Sering dapet info konser Iwan Fals di grup facebook para fans Iwan Fals bernama OI.
“Jauuuuh sebelumnya, ribuan tahun yang lalu Rasulullah,”
Shallallahu ‘alaihi wa sallam!” sontak para murid.
“Pernah bersabda; ‘Man kana yu`minu billahi wal-yaumil-akhir, fal-yaqul khairan au liyaskut.’,”
“Artinya??”
“‘Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, maka berkatalah yang mengandung hal-hal kebaikan, jikalau tidak bisa, ya sudah diamlah!’,”
“Begitu kira-kira artinya ...”
“Hmmm ...” teringai Iqbal meneliti sedikit ada yang rancu dengan penjelasan Ust. Ian, begitu perasaannya bicara.
“Lho eh, perasaan kurang nyambung deh sama pembahasan orag yang sok benar sendiri tadi Pak??” tanya Iqbal.
“Aeh ... iya emang? Perasaan .. nyambung deh Bal? Hehe,”
“Jadi maksud Bapak, orang yang asa aing pangbenerna perlahan-lahan dia akan menghujat dulu siapa pun yang berbeda pendapat, pemikiran atau keyakinan dengannya. Lalu dia ngajak debat. Dalam debatnya pasti tak lepas dari cacian yang menyakitkan hati. Hingga pendapatnya, misalkan, kalah/lemah ketimbang pendapat orang lain, dia masih saja mengoceh lalu menghina dengan membabi buta,”
“Nah itu maksud Bapak. Padahal kan tadi tea, Bang I’Fals bahkan Rasulullah sekalipun sudah memperingatkan bahwa berkatalah yang benar kalau tidak mampu ya diamlah.”
“Pernah Sunan Kalijaga berpesan; ‘dadi wong sing iso rumongso, lan dadi wong sing rumongso iso’,”
“Bahasa apa itu Pak?”
“Bahasa Jawa. Artinya, ‘jadilah orang yang bisa merasa, bukan merasa bisa’,”
“Kalau boleh Bapak bilang, ada pepatah Sunda juga yang mengatakan; ‘ulah asa, tapi kudu rumasa’,”
“Arti bebasnya; ‘jangan merasa bahwa kita segalanya, tapi justru kita harus bisa merasa’,”
“merasa keprihatinan polemik didalam masyarakat. Sama-sama merasa kepahitan hidup seorang fakir-miskin. Intinya sih kita kudu rendah hati dan rajin berkaca ...”
Belum beres Ust. Ian bicara, Acep langsung meledek Galang, “Tuh Pak, orang yang sering ngaca tapi mukanya gak ganteng ganteng hahahaha”
Ust. Ian geleng-geleng.
“Maksud Bapak, introspeksi diri. Muhasabah. Koreksi apa saja yang membuat kita terpuruk. Terpuruk dalam hal perilaku, ilmu dan ibadah utamanya.”
“Iya Pak Ustadz ...”
“Terus yang kelima apa Pak?”
Kelima; hifzhu-l-mal, perlindungan terhadap harta. Itu berarti tidak dibenarkan mencuri, mencopet, mengutil, termasuk meng-ghasab apalagi korupsi.”
Itu ceritaku, apa ceritamu? Heuheu
Lha kok jadi nostalgia gini ya? Heuheu
Selaras dengan cerita tersebut yang membahas tentang hakikat istilah ‘santri’ dari segi huruf dan bahasa Arabnya, nyatanya kata santri pun masih ada lagi makna lainnya.
Hasil gambar untuk Agus Sunyoto
Kata santri dari segi bahasa asalnya, Sansekerta, oleh K. Ng. H. Agus Sunyoto paparkan bahwa kata santri merupakan adaptasi dari istilah sashtri yang bermakna orang-orang yang mempelajari kitab suci (sashtra) sebagaimana dikemukakan C.C.Berg (dalam Gibb, 1932:257).[4] Sashtri itu orang yang bergelut dan berkecimpung dalam dunia kesusasteraan, tidak lepas dari kitab/buku serta kegiatan membaca dan tulis-menulis. Bisa dibilang sastrawan lha.
Bahasa Arabnya sudah. Bahasa Sansekerta juga sudah. Ternyata eh ternyata, kata santri jika ditelisik dari bahasa Inggris ada juga lho sob. Penulis pernah mosting status pada dinding facebook (dengan sentuhan tulisan yang alay alay gimanaa gitu heuheu) sebagai berikut,

“SANTRI” = “SUN~THREE” = “THREE SUNS” = “TIGA MATAHARI” > “TIGA CAHAYA”:
*_Cahaya IMAN_* > Tauhid { Ma’rifat } > “Kenalan” tentang Allah SWT dsb.
*_Cahaya ISLAM_* > Fiqih { Syari’at } > “P.D.K.T”/“Pendekatan” atau “Pengen Deket Ke Tuhan”
*_Cahaya IHSAN_* > Tasawuf { Haqiqat } > “Hubungan” dengan Allah SWT.
~*~
Menjadi seorang “Santri” (Para Pencari Ilmu) insya Allah akan tersinari oleh tiga cahaya tersebut. [Aamiin] Maka jangan malu menjadi “Santri” (Para Pencari Ilmu) Ok Sob.?! J
(21 Agustus 2014 pukul 20:52)

Jiaaah jadi ngebahas santri dah heuheu
Maksud saya beberkan istilah shalat dengan satu tafsiran (dari dimensi huruf) dan santri dengan hanya tiga muatan saja (itu pun cuma sebatas huruf), supaya kita tak memakai kacamata kuda saja dalam memandang apapun, termasuk memandang suatu istilah, kalimat atau satu kata sekalipun. Jangan hanya satu arah. Mungkin atau malah bisa jadi masih luas makna dan padat muatan yang terkandung dalam istilah shalat dan santri selain yang tadi diatas. Bukan Yang Diatas ya, haha. Nah lho ada lagi. Kata Yang Diatas sering dipahami bahwa Tuhan itu ada diposisi atas. Masih ambigu emang. Entah diatas langit, entah diatas kenteng, teuing ah. Yang penting dipositifin aja aku mah heuehu ... Maksudnya tuh mengagungkan Tuhan. Sudah ya, bisi syirik haha.  Begitu pula dengan istilah atau kalimat ‘da aku mah apa atuh?’.   
***
Shahibul Faroz, teman sekobong ujug-ujug kaget ketika dia baca buku berbahasa Arab, Fiqh al-Lughah, tentang kayanya bahasamaklum anak DI, eits bukan DI/TII coy, tapi Dirasat Islamiyah salah satu fakultas di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, jadi mainannya kitab terus. “Anjrit! Singa dalam bahasa Arabnya téh aya 500 kata muradif (sinonim)-nya euy, bukan asadun aja ternyata” kaget ia. “Komo onta mah.. kurang lebih ada 1000 kata muradif-na, anjiiiis” takjubnya sambil jujungkeulan, heuheu. Tuh, singa dan unta aja punya ratusan hingga ribuan padanan kata yang sama. Itu baru satu bahasa. Belum bahasa yang lain. Coba deh, Indonesia ini kan kaya bahasa. Dari Sabang sampai Merauke terhimpun akan luasnya bahasa. Jangan ke Papua dulu deh. Di tanah Sunda/Jawa aja beragam bahasanya dari satu daerah dengan daerah lain. Belum lagi daerah pedalamnannya. Antara kota dan desa pun beda bahasanya, walaupun gak pake bingit. Sunda Banten dengan Sunda Cianjur, jauh banget men. Sunda Banten itu notabene kasar, sedangkan Sunda Cianjur mayoritas halus. Tidak usah dibandingkan dengan Sunda Cianjur, bandingin deh sama Sunda Bandung. Meski Sunda Bandung lebih kasar dari Sunda Cianjur, tapi tetep yang paling terkenal kasar Sundanya itu Banten.
Kok jadi ngomongin bahasa gini ya? Hahaha
Biarin deh, kan ada hubungannya juga. Oleh karena kekayaan bahasa yang sangat beragam dan luasnya makna yang sangat mendalam, maka penting untuk diteliti dahulu sebuah istilah sebelum memahami, lalu pahami dulu kemudian baru silahkan menyalahkan jika ada yang bertentangan. Jangan BoMat (Bodo aMat). Si Amat aja gak bodo. Teliti dengan menuntut ilmu tiada jemu. Pahami dengan banyak bertanya kepada yang ahli dan renungi apa yang telah dikaji, “ini pantas saya pakai gak ya?” “ini baik untuk saya gunakan tidak ya?” “ini manfaat saya ungkapkan tidak ya?”. Jika sudah mantap dan haqqul-yaqin (wah bukan ‘ilmul-yaqin wa ‘ainul-yaqin deui ieu mah) benar-benar situ sudah OK, ya sudah pakai, gunakan lalu ungkapkan.
“Terus gimana kalau ditolak mentah-mentah ama si do’i?” tanya si Joni, seorang yangbupperware bin BaPer alias bawa perasaan.
“Udah, tembak aja. Ungkapin aja dulu bahwa loe tuh cinta mati ama dia. Masalah diterima atau ditolak mah hak prerogatif dia atuh!” tegas Kemod, sahabat karib Joni yang mulai ikut-ikutan.
“Kan Allah juga pernah nenangin Nabi Muhammad―pas beliau shalla-llahu alaihi wa salllam udah susah-payah nyampein dakwah dari rumah ke rumah, eh ada yang nolak mentah-mentah―‘udah Rasul, kalo emang mereka semua ogah masuk Islam, tinggalin aja mereka pada. Pan tidak ada paksaan dalam agama, udah jelas kok mana yang petunjuk untuk ke jalan yang benar dan mana petunjuk jalan yang sesat.[5] Tugas loe mah cuma nyampein doang. Lagipula semua yang udah mereka kerjain bukan jadi tanggung jawab loe kok. Tenang aja.’[6]” Jelas seorang yang sangat agamis bernama Kemi.
Joni heran,“lha Kem.. gimana ceritanya nih, setahu aku, firman Allah yang tercakup didalam al-Qur`an kan bahasa Arab?”.
 “Itu kalau bahasa kitanya Jon.. ah lu mah gak merhatiin sih kalau MZ ceramah.” sahut Kemod.
“Bukannya Maher Zein mah penyanyi solo Kem?”tukas Joni dengan tampang bege.
Kemi dengan tersenyum kecut bilang,“Et dah Jon, Jon.. makanya, cari wawasan tuh yang luas dong. Kudu kayak garuda yang bisa terbang kemana-kemana jadi tahu ini-itu. Jangan kayak ayam, punya sayap tapi anteng aja jalan dibawah.”
Joni sudah tahu itu perkara, sebenarnya dia ingin tahu saja bagaimana pendapat orang lain, supaya dia dapat ilmu baru lagi itu malah merendah,“Da aku mah apa atuh.. meskipun bege akut dan sering mager juga, tapi pengen weh ari memperdalam ilmu dengan merantau sampai ke ujung dunia mah.”
Kemod kenal betul Joni. Dia sahabatan dengan Joni dari kecil. “Eh, pret lu jangan sembarang ngomong,” Kemod membela Joni sambil nutupin mulutnya Kemi.
Kemod mulai membeberkan rahasia Joni,“tau gak, si Joni ini punya banyak kelebihan daripada kita lho Kem. Dia juara umum ke-1 terus berturut-turut waktu SMP sama SMAnya. Keren gak tuh?” Muka Kemi pelan-pelan melongo, mulai merasa malu. “Terus, dia jago silat vroh. Jangan salah. Walaupun dia pendiam, gak banyak bacot, tapi begitu lu tantang dia berantem beueueuh lu bisa mental kena jurus Cimacan-Cimandenye Kem.” Kaki Kemi sedikit-sedikit singsireumeun, tak bisa berkutik, nyalinya mulai ciut. Itu baru Kemod yang memperagakan, belum si Joni.“Joni pernah nganterin aki-aki nyebrang sampai ke lokasi si aki-aki tinggal, ujan-ujanan padahal waktu itu. Aki-aki itu buta, dia pengen dianterin ke tempat tinggalnya (untuk tidak menyebutkan gubuk, eh kesebut juga heuheu). Masalahnya si aki tuh agak miring. Tapi Joni tetep mau nganterin. Pas ketahuan ma Mang Tibox, terus dia sapa, eh si Joni langsung ngilang entah kemana.”
Belum sempet Kemi nyahut pernyataan Kemod, Kemod lanjut aja nyangkem,“Gitu tuh, adatnya si Joni kalau udah ketahuan lagi berbuat baik.”
Baru ada kesempatan Kemi bicara,“Mod, si Joni ilang!”
“Iya bener, emang gitu adatnya Kem si Joni mah..”Kemod belum sadar.
“Ih beneraan! Si Joni ngilang Mod!” bentak Kemi.
“Dibilangin lu Kem, pan tadi gua udah ngomong; emang si Joni mah adatnya ngilang begitu aja..” “Eh lho, Jon?” Kemod setengah sadar.“Jon?? Joni???!!!” Kemod full sadarnya.
“Aaaaah lu Mod, gua kepang nih rambut lu. Pan tadi gua udah ngomong; si Joni ngilang!” Kemi kesal.
“Jon?! Lu kemana? Haduuuh bener kan, adatnya ilang mulu.” Teriak Kemod sambil melinangkan air matanya.
Sejak saat itulah Cep Joni menghilang. Entah ditelan bumi, entah diculik Kelong Wewe/Wewe Gombel. Entah hilang karena tak mau orang-orang tahu akhlak baiknya, entah memang begitulah sikapnya. Entah kabur sebab tak tahan ingin take a leak atau take a dump, entah ada panggilan darurat. Entahlah.. muncul-muncul nanti di episode “Berkaca Lewat Cep Joni” heuheuheuheu Selamat Membaca!


[1] Mughib Thay. 15 September 2014, 21:51. Diakses pada 7 Desember 2015, 00:27.
[2] Mughib Thay. 10 September 2015, 09:04. Diakses pada 7 Desember 2015, 00:37.
[3] Mughib Thay. 21 Agustus 2015, 08:39. Diakses pada 7 Desember 2015, 00:40.
[4] Agus Sunyoto, Wali Songo: Rekonstruksi Sejarah yang Disingkirkan (Jakarta: Transpustaka, 1432 H/2011 M), hal. 238.
[5]QS. Al-Baqarah [2]: 256
[6]QS. Asy-Syu’ara [26]: 216